1, SI-PI, Chusnulia Aryandhita, Hapzi Ali, Pengendalian Internal Atas Bahan Baku Studi Kasus PT.KU , Universitas Mercubuana, 2020
PENGENDALIAN INTERNAL PERSEDIAAN BAHAN
BAKU
STUDI KASUS PT. KU
Oleh:
Chusnulia Aryandhita Widayanti
Hapzi Ali
Program Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana
Abstrak
Persediaan adalah
salah satu aset penting yang dimiliki perusahaan. Salah satu persediaan yang
ada dalam perusahaan manufaktur adalah persediaan bahan baku. Bahan baku
merupakan faktor utama yang dapat menunjang kelangsungan proses produksi
perusahaan. Tujuan dilakukannya pengendalian internal persediaan bahan baku
adalah untuk melindungi harta perusahaan, agar informasi mengenai persediaan
lebih dapat dipercaya dan untuk mengetahui pengendalian internal siklus
persediaan bahan baku. Metode penelitian yang digunakan pada studi kasus PT. KU
ini menggunakan metode penelitian deskriptif.
Kata Kunci: Persediaan, Bahan baku, Pengendalian Internal
Abstract
Inventory is one of the important assets owned by
the company. One of the inventories in a manufacturing company is the supply of
raw materials. Raw material is the main factor that can support the continuity
of the company's production process. The purpose of doing internal control of
raw material inventory is to protect company assets, so that information about
inventory is more reliable and to know the internal control of raw material
inventory cycle. The research method used in the case study of PT. KU uses a
descriptive research method.
Keywords: Inventory , Raw Material, Internal Control
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Perkembangan dunia usaha yang bertambah pesat seiring dengan perkembangan
teknologi, telah membawa pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal
ini terlihat dari adanya perkembangan serta persaingan yang ketat dalam dunia
usaha, baik perdagangan maupun perindustrian, serta adanya peningkatan tuntutan
konsumen akan produk atau barang yang dikonsumsi. Selain itu perusahaan juga
bertujuan untuk menghasilkan laba optimal agar dapat mempertahankan
kelangsungan operasional perusahaan, memajukan, serta mengembangkan usahanya ke
tingkat yang lebih tinggi atau ke tingkat yang lebih baik. Pertumbuhan dan
perkembangan pada suatu perusahaan dewasa ini yang semakin pesat baik pada
sektor industri, keuangan, jasa maupun perdagangan mengakibatkan manajemen
kesulitan dalam mengawasi dan menangani secara langsung seluruh aktivitas
kegiatannya (Amanda, et al, 2015: 766).
Perusahaan harus mempunyai pengorganisasian yang baik, sehingga menuntut
para manajemen untuk dapat mengelola aktivitas perusahaan sedemikian rupa yang
pada akhirnya tercipta pengendalian yang memadai dalam mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan. Hal tersebut mendorong pihak manajemen untuk
membuat suatu sistem pengendalian dimana sistem pengendalian ini merupakan alat
yang diperlukan karena untuk mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab dalam
suatu organisasi. Seorang pimpinan harus mempunyai cara-cara untuk mengetahui
apakah pekerjaan yang telah didelegasikan sudah dilaksanakan dengan baik.
Perusahaan yang memiliki sistem pengendalian internal yang baik adalah
perusahaan yang mampu memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas, sistem
otorisasi dan prosedur pencatatan yang baik, dan sumber daya yang memadai
(Anastasia dan Lilis, 2010:82). Sistem pengendalian intern bukanlah sebuah
sistem yang dimaksudkan untuk menghindari semua kemungkinan terjadinya
kesalahan ataupun penyelewengan yang terjadi. Sistem pengendalian intern yang
baik adalah dimana sebuah perusahaan dapat menekan terjadinya kesalahan dan
penyimpangan yang mungkin terjadi. Fungsi pengendalian yang baik dengan
berlandaskan pada system manajemen dan keuangan yang baik pula akan menciptakan
aktivitas dalam perusahaan menjadi lancar dan terkendali (Anastasia dan Lilis,
2010:82).
Persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki peranan penting
dalam operasi bisnis, sehingga perusahaan perlu melakukan manajemen proaktif,
artinya perusahaan harus mampu mengantisipasi keadaan maupun tantangan yang ada
dalam manajemen persediaan untuk mencapai sasaran akhir, yaitu untuk
meminimalisasi total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
penanganan persediaan. Dalam sistem manufaktur maupun non manufaktur, adanya
persediaan merupakan faktor yang memicu peningkatan biaya. Penetapan jumlah
persediaan yang terlalu banyak akan berakibat pemborosan dalam biaya simpan,
tetapi apabila terlalu sedikit maka akan mengakibatkan hilangnya kesempatan
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan jika permintaan lebih besar daripada
permintaan yang diperkirakan. Pengendalian persediaan bahan baku sangatlah
penting dalam sebuah industri untuk mengembangkan usahanya karena akan
berpengaruh pada efisiensi biaya, kelancaran produksi dan keuntungan usaha itu
sendiri. Adanya persediaan diharapkan dapat memperlancar jalanya proses
produksi suatu perusahaan.
Pengendalian internal persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat
penting, karena pengendalian internal atas persediaan ini banyak melibatkan
investasi rupiah dan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kegiatan
perusahaan. Oleh karena itu, pengendalian internal atas persediaan barang
dagang sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya selisih, kehilangan,
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa prosedur
telah dilakukan dengan baik sehingga kemudian dapat dibuatlah perbaikan
(Fariyanti, 2014).
Persediaan merupakan unsur yang paling aktif dalam perusahaan dagang dan
salah satu syarat pokok yang harus dipenuhi serta dimiliki oleh suatu
perusahaan didalam aktivitas perdagangan karena dalam perdagangan yang
diperdagangkan adalah persediaan tersebut. Maka semua aktivitas operasional
perusahaan diprioritaskan pada usaha untuk melikuidasi persediaan tersebut
menjadi kas beserta keuntungan yang diperoleh dari harga jual persediaan
tersebut setelah dikurangi harga pokok penjualannya. Laporan neraca saldo
perusahaan dagang persediaan adalah salah satu aktiva lancar yang mempunyai
nilai investasi terbesar, sehingga dari hal tersebut diatas kita dapat
mengetahui betapa pentingnya persediaan bagi perusahaan. Persediaan sangat
rentang terhadap kerusakan maupun pencurian. Kerusakan, pemasukan yang tidak
benar, lalai untuk mencatat permintaan, barang yang dikeluarkan tidak sesuai
pesanan, dan semua kemungkinan lainnya dapat menyebabkan catatan persediaan
berbeda dengan persediaan yang sebenarnya ada digudang. Untuk itu diperlukan
pengendalian internal persediaan yang bertujuan untuk melindungi harta
perusahaan dan juga agar informasi mengenai persediaan lebih dapat dipercaya.
Persediaan juga didefinisikan sebagai aktiva yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal dalam proses produksi atau yang dalam perjalanan dalam
bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi
atau pemberian jasa (Warren 2005).
II.
Perumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut, menarik perhatian penulis untuk mengetahui
upaya-upaya pengendalian internal apa saja yang dilakukan perusahaan manufaktur
sebut saja PT. KU yang selanjutnya akan menjadi pokok pembahasan dalam artikel
ini bagaimana mengimplementasikan pengenadalian internalnya dalam mengelola
bahan baku.
III.
Metode
Penelitian
Dalam artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek
atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang
lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa
adanya.
Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku Contoh Metode Penelitian, metode
deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang
diselidiki.
Menurut Sugiyono (2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah
suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil
penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Menurut Whitney (1960: 160) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat.
Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat
sekarang atau masalah aktual.
PEMBAHASAN
I.
Persediaan
Donald (2002), persediaan adalah pos aktiva yang dimiliki perusahaan
untuk diperjual belikan dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan
digunakan untuk proses konsumsi.
Abubakar dan Wibowo (2002: 166) persediaan dalam perusahaan manufaktur
yaitu persediaan produk jadi (Finished
Goods), barang dalam proses (Goods in
process), bahan baku (Raw Material),
persediaan bahan penolong, persediaan habis pakai, dan persediaan suku cadang.
Persediaan, merupakan
barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual kembali dalam kegiatan
bisnis yang normal, atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam pengolahan
produk yang akan dijual (Jay Smith and Fred Skousen, 2001 : 327).
Sundjaja (2003:379), menjelaskan bahwa persediaan meliputi semua barang
atau bahan yang diperlukan dalam proses produksi dan distribusi yang digunakan
untuk proses lebih lanjut atau dijual, sedangkan persediaan menurut Assauri
(2004:169) adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan
dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau
persediaan barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, atau
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Dari pengertian persediaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa persediaan
merupakan barang-barang atau bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi
maupun digunakan untuk dijual dalam suatu periode tertentu.
Jenis-jenis
Persediaan Heizer & Render (2001:82), persediaan yang ada di perusahaan
biasanya terdiri dari persediaan bahan mentah, persediaan barang setengah jadi
dan persediaan MRO. Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) yang telah dibeli, tetapi belum diproses.
Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dengan menghapus variabilitas
pemasok dalam mutu, jumlah atau waktu
pengiriman sehingga tidak perlu pemisahan. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process Inventory) adalah
komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses
perubahan, tetapi belum selesai. Persediaan MRO (Maintenance, Repairing, Operating Iventory) merupakan persediaan
yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan, perbaikan, operasi.
Persediaan ini ada karena kebutuhan akan adanya pemeliharaan dan perbaikan dari
beberapa peralatan yang tidak diketahui sehingga persediaan ini merupakan
fungsi jadwal pemeliharaan dan perbaikan.
Handoko (2000;335-336), menyatakan bahwa perusahaan melakukan penyimpanan
persediaan barang karena berbagai fungsi, antara lain fungsi Decoupling, fungsi Economic Lot Sizing dan fungsi antisipasi. Fungsi Decoupling yaitu memungkinkan
operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan
(independensi). Persediaan decouples
ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa terganggu
supplier. Fungsi Economic Lot Sizing,
melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli
sumber-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit.
Dengan persediaan lot size ini akan mempertimbangkan penghematan-penghematan. Fungsi
Antisipasi, sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data masa lalu. Disamping
itu, perusahaan juga sering dihadapkan pada ketidakpastian jangka waktu
pengiriman barang kembali sehingga harus dilakukan antisipasi untuk cara
menanggulanginya.
Dalam studi
kasus PT. KU ini akan membahas pengimplementasian pengendalian internal persediaan
bahan baku (raw material) saja.
II.
Perusahaan
Manufaktur
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatannya membeli bahan
baku, mengolah bahan baku dan kemudian menjualnya (Rusatandi & Jimmi,
2008).
Handayani (2005), Industri
manufaktur merupakan salah satu industri yang paling kompleks
aktivitasnya sehingga diasumsikan selalu membutuhkan sistem informasi untuk
menunjang aktivitas operasinya dan industri manufaktur juga adalah jenis
industri yang memfokuskan pada penggunaan sistem informasi yang selalu berkembang.
III.
Pengendalian
Internal
Persediaan bagi perusahaan manufaktur, memiliki peran yang sangat
penting. Persediaan memiliki andil yang besar dalam menjaga stabilitas
operasional perusahaan. Begitu pentingnya peran persediaan, maka diperlukan
suatu pengontrolan untuk mengelolanya.
Menurut
Widiasa, et al (2015) pengendalian yang memadai dapat mengurangi terjadinya
kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam melaksanakan
kegiatan perusahaan, serta kemungkinan terjadinya kesalahan akan dapat
diketahui dan diperbaiki sedini mungkin. Untuk menghasilkan laba yang maksimal,
perusahaan juga harus mau dan mampu
untuk memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang ada dan bersaing dengan menggunakan
segala sumber daya yang dimilikinya dengan efektif dan efisien. Perusahaan juga
membutuhkan mekanisme tertentu untuk menjamin agar aktivitas-aktivitas
perusahaan dapat terpadu dan terkoordinasi. Penting pula agar rencana yang
disusun itu dipadukan dengan strategi, jika tidak perusahaan bisa tidak terarah.
Cara utama bagaimana aspekaspek dalam aktivitas di perusahaan dapat dilakukan
ialah dengan menyusun rencana kebijakan dan proses administratif, atau dengan
kata lain pengendalian intern.
Menurut
Mulyadi (2014: 163) sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi,
metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Pengendalian yang
memadai dapat mengurangi terjadinya kesalahan baik yang disengaja maupun yang
tidak disengaja dalam melaksanakan kegiatan perusahaan, serta kemungkinan
terjadinya kesalahan akan dapat diketahui dan diperbaiki sedini mungkin. Pengendalian
intern yang lemah menyebabkan tidak dapat terdeteksinya kecurangan/ketidakakuratan
proses akuntansi sehingga bukti audit yang diperoleh dari data akuntansi
menjadi tidak kompeten. Pengendalian intern merupakan salah satu bentuk
pengendalian yang penting dalam perusahaan. Pengendalian intern sangat berguna
dalam melindungi aktiva perusahaan terhadap kecurangan, pemborosan dan
pencurian yang dilakukan baik oleh pihak di dalam perusahaan maupun pihak di
luar perusahaan. Selain itu agar informasi mengenai persediaan lebih dapat
dipercaya. Sistem pengendalian intern mempunyai empat tujuan diantaranya,
menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
mendorong efisiensi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
IV.
Sistem
Informasi Persediaan Pada PT. KU
Sistem merupakan kumpulan elemen
yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha
mencapai tujuan. Sedangkan informasi adalah hasil pemrosesan data yang
diperoleh dari setiap elemen tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan
pengetahuan relevan yang dibutuhkan untuk menambah pemahamannya terhadap
fakta-fakta yang ada (Ajie, 1996).
Sistem
informasi berasal dari kata sistem yang berarti kumpulan dari sub-sub sistem
atau elemen-elemen yang saling bekerjasama dan berinteraksi untuk mencapai
tujuan organisasi (informasi/target/goal). Sedangkan informasi adalah hasil
dari pemrosesan data (data processing) menjadi suatu bentuk yang penting bagi
pemakai (user/end user) dan mempunyai nilai (value) serta bermanfaat dalam
pengambilan keputusan (Decision Making). Ali (2011). Berdasarkan arti dari
masing-masing kata dapat disimpulkan sistem informasi adalah suatu sistem yang
berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi dalam upaya
pengambilan keputusan.
Suatu sistem mempunyai karakter atau sifat-sifat tertentu yaitu komponen
(component), batas sistem (boundary), lingkaran luar sistem (environment),
penghubung sistem (interfact), masukan sistem (input), keluaran sistem
(output), pengolah sistem dan sasaran system (Jogiyanto,1999). Data yang diolah
melalui suatu model menjadi informasi penerima, menerima informasi tersebut
kemudian membuat suatu keputusan dan melakukan tindakan yang berarti
menghasilkan suatu tindakan yang lain yang akan membuat sejumlah data kembali. Data
tersebut akan ditangkap sebagai input, diproses kembali lewat suatu model dan
seterusnya membentuk suatu siklus. Siklus ini oleh John Burch disebut siklus
informasi (Information Cycle). Siklus ini disebut juga dengan siklus pengolahan
data (Data Processing Cycle).
Informasi dikatakan berkualitas apabila relevan dengan keputusan yang
akan dibuat. Oleh karena keputusan yang berbeda informasi yang berbeda, maka
informasi yang disampaikan harus selaras dengan keputusan yang akan diambil.
Informasi haruslah teliti mungkin agar informasi itu ada nilai gunaya. Jika
informasi tunggal dianggap kurang teliti, maka perlu dibuat kisaran informasi
dengan berbagai tingkat probabilitas. Informasi haruslah disampaikan tepat
waktu, dalam arti bahwa informasi harus disajikan sebelum ia kehilangan
kapasitas untuk mempengaruhi keputusan. Informasi harus disajikan sedemikian
rupa, sehingga manajemen memahami maksud dan makna istilah-istilah yang
dipakai.
Pada studi kasus PT. KU secara umum gambaran rancangan umum sistem informasi
mobilitas persediaan dibawah kendali Logistic
Control Departement yang penggunanya terdiri dari Planning, Purchasing, Warehouse
Material, Packing, Warehouse Product dan Trading.
Sistem informasi persediaan dimulai dari Planning Section yang bertugas menerima pesanan dari Customer. Setelah menghitung bahan baku
yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk maka proses selanjutnya adalah
pemesanan bahan baku ke External Provider
yang dibantu oleh Purchasing yang
masih dibawah naungan Logistic Control
Departement. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh Warehouse Material. Tugas Warehouse
Material yang pertama adalah memastikan dan mencatat kuantitas dan jenis material
sudah sesuai dengan dokumen atau belum. Apabila kuantitas dan jenis barang yang
tertera dalam dokumen sudah sama maka diinputkan ke dalam sistem persediaan
yang disebut incoming material / item receipt. Warehouse Material tidak
akan menerima material apabila dokumen tidak sesuai dengan kuantitas dan jenis
material.
Setiap hari data item receipt
tersebut digunakan oleh QC(Quality
Control) Incoming untuk mengetahui apakah ada bahan baku yang harus
diperiksa kualitasnya sebelum didistribusikan ke manufaktur. Data item receipt tersebut juga digunakan
oleh Finance & Accounting untuk
mencatat pembelian bahan baku secara tempo dan memfollow-upnya ke external
provider untuk segera mengirimkan invoice atas pembelian barang tersebut.
Kembali lagi ke QC Incoming apabila
sudah diperiksa oleh QC Incoming
bahwa kualitas bahan baku sudah memenuhi kualitas yang sudah ditetapkan, bahan
baku tersebut dapat didistribusikan ke manufaktur untuk selanjutnya diolah
untuk proses produksi. Sebelum didistribusikan, terlebih dahulu bahan baku yang
sudah diperiksa sebelumnya dibuatkan label yang data nya diambil dari item receipt tadi. Saat keluar dari Warehouse Material bahan baku tersebut
discan terlebih dahulu dengan menggunakan aplikasi mobile android yang telah
didesain oleh System Section.
Pada proses produksi di manufaktur bahan baku sebelum dipakai terlebih
dahulu discan pada tiap-tiap prosesnya sampai mencapai proses akhir menjadi
produk. Setiap perubahan proses bahan baku tersebut akan ditempel dengan moving card. Moving card tersebut dibuat
oleh Planing Section. Produk yang
berasal dari manufaktur tersebut didistribusikan kepada bagian Packing
dan beberapa akan disampling oleh QC Inspection. Setelah proses packing,
produk tersebut discan sebagai incoming pada Warehouse Product dan discan sebagai outgoing saat akan
dikirimkan kepada pelanggan.Untuk rangkuman alur proses persediaan baku hingga
menjadi persediaan produk dapat dilihat pada diagram flow berikut :

Dalam
pengoperasian aplikasi android tersebut, masing-masing pegawai dengan otorisasi
saja yang berhak mendapatkan user id
dan password. Dari alur sistem
informasi mobilitas persediaan tersebut dihasilkan sebuah produk berupa laporan
persediaan. Bentuk dari laporan persediaan tersebut berupa angka pada
tabel-tabel. Laporan persediaan tersebut digunakan oleh masing-masing
departemen untuk pengambilan keputusan.
Bagi Planing Section data persediaan tersebut
digunakan untuk proses perencanaan berkelanjutan. Apakah persediaan bahan baku
masih cukup untuk memproduksi suatu produk, sebagai dasar penilaian untuk
menafsirkan nilai WIP (Work In Process)
dan mengetahui jumlah produk yang dihasilkan
dalam suatu periode dan mengetahui jumlah penjualan dalam suatu periode. Data
WIP, Finish Good, dan Sales tersebut kemudian dikirimkan
kepada Finance & Accounting untuk
pelaporan keuangan.
Bagi Purchasing Section, data persediaan
tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pemesanan bahan baku, tentu saja atas
permintaan Planning Section
sebelumnya. Dibantu dengan perkiraan Trading
Section berapa lama proses
pengiriman dan perizinannya bahan baku yang sebagian besar diimpor dari luar
negeri tersebut dapat sampai untuk selanjutnya digunakan untuk proses produksi,
laporan persediaan tersebut digunakan oleh Purchasing untuk bernegosiasi dengan
External Provider.
Bagi Warehouse Material laporan persediaan tesebut digunakan untuk
mempresentasikan jumlah bahan baku yang masih dimiliki sampai periode tertentu.
Data tersebut kemudian dikirimkan kepada Finance
& Accounting untuk pelaporan keuangan.
Bagi
Manufaktur data persediaan tersebut digunakan untuk menyediakan atau
mempersiapkan mesin dan jumlah man power
untuk dapat mencapai target produksi.
Bagi Packing
Section laporan persediaan tersebut digunakan untuk menyediakan atau
mempersiapkan jumlah man power dan
alat yang digunakan untuk dapat mengemas suatu produk.
Bagi Warehouse
Product laporan persediaan tesebut
digunakan untuk mempresentasikan jumlah produk yang masih belum terjual sampai
periode tertentu. Data tersebut kemudian dikirimkan kepada Finance & Accounting untuk pelaporan keuangan.
Keseluruhan
data persediaan tersebut akan bermuara di laporan keuangan dan akan ditampilkan
pada Balance Sheet sebagai aset
lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil penjualan produk tersebut akan
disajikan dalam Income Statement.
Data itulah yang akan digunakan Top
Management untuk pengambilan keputusan.
V.
Penerapan
Pengendalian Internal Bahan Baku Pada PT. KU
Setelah
mengetahui alur sistem informasi persediaan pada PT. KU, maka dapat diamati penerapan
pengendalian internal PT. KU terutama pada Departemen
Logistic Control (LC) karena berhubungan langsung dengan persediaan.
Pada Planing Section ketika menerima suatu
pesanan dari Customer hal pertama
yang menjadi tugasnya adalah memeriksa ketersediaan bahan baku dan membuat
pesanan bahan baku (raw material)
apabila persediaannya sudah tidak lagi mencukupi untuk menghasilkan suatu
produk. Dalam pemesanan bahan baku Planing
Section membuat Purchase Order Raw
Material yang dikemudian diinputkan ke dalam sistem informasi perusahaan
secara online. Sebelum membuat Purchase Order (PO) PIC memastikan
kembali bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan, berapa kuantitas yang harus di
pesan, kapan persediaan tersebut sudah harus sampai dan bagaimana
pengangkutannya untuk menghindari salah pemesanan. Dalam pembuatan PO, PIC juga
harus mengisikan form PO online
secara benar dan memastikan pengisian sudah sesuai sebelum di posting.
Setelah
diposting, PO tersebut menjadi tanggung jawab Purchasing Section. Atas dasar isian PO yang sudah diinputkan oleh Planing, kemudian Purchasing meneruskannya kepada External
Provider yang sudah diseleksi untuk dapat menyediakan bahan baku sesuai
dengan kriteria yang dibutuhkan. Apabila sudah sepakat antara Purchasing dengan External Provider, PO tersebut dicetak untuk selanjutnya dibubuhkan
Approval Sign lalu diemailkan kepada External Provider agar barang dapat
dikirimkan. Apabila belum ada kata sepakat PO tersebut masih menggantung pada
sistem. Purchasing bertanggungjawab memfolow-up
hingga barang tersebut sudah sampai agar dapat PO dapat ditutup.
Untuk
mendatangkan suatu bahan baku Purchasing
mendelegasikan kepada Trading Section
untuk mengatur pemasukan bahan baku tersebut ke dalam PT. KU baik dari External Provider lokal maupun Overseas. Perlu diketahui, PT. KU berada
di dalam kawasan berikat dimana pemasukan dan pengeluaran barang harus dengan
dokumen kepabeanan. Saat bahan baku akan dikirimkan ke PT. KU, Trading meminta dokumen kelengkapannya
dikirimkan via email terlebih dahulu
agar dapat dipersiapkan dokumen pemasukan bahan baku tersebut. Setelah bahan
baku sampai ke PT. KU, tidak langsung diterima oleh bagian gudang. Dokumen
Pemasukan Bahan baku yang sudah disiapkan sebelumnya oleh Trading tersebut
diperiksa terlebih dahulu oleh petugas Bea Cukai yang sudah standby di PT. KU
beserta kelengkapan dokumen dari external
provider. Setelah dokumen lolos verifikasi, kemudian diteruskan ke gudang
material.
Oleh
petugas gudang bahan baku diperiksa apakah sudah sesuai jenis barangnya dan
kuantitasnya seperti yang tertera pada dokumen atau belum. Apabila sudah sesuai
petugas gudang akan menerima barang tersebut dan membubuhi stampel Receiving Warehouse beserta tanggal
diterimanya bahan baku pada dokumen pengiriman atau dokumen terkait (baik untuk
external provider maupun untuk
dokumentasi pada PT. KU) dan menginputnya kedalam sistem pada hari itu juga
agar data kedatangan dan penerimaan bahan baku uptodate dan sesuai. Apabila dokumen dengan fisik tidak sesuai Warehouse Material tidak akan menerimanya.
Pada saat penginputan ke dalam sistem, PIC harus benar-benar teliti dalam
penginputan kedatangan bahan baku. Untuk menghindari salah penginputan nama
bahan baku, Warehouse Material sudah dibuatkan sistem penginputan yang praktis.
Hanya dengan menginput nomor Purchase
Order saja maka deskripsi bahan baku, nama external provider, kode bahan
baku dan kuantitas bahan baku sudah tersedia. Apabila bahan baku dikirimkan
secara parsial, petugas Warehouse Material hanya perlu merubah kuantitas
aktual bahan baku saja. Setelah bahan baku diinputkan oleh Warehouse Material maka Purchase Order akan closse. Dengan demikian tugas Purchasing
selesai.
Bahan
baku yang sudah diinput kemudian diletakkan pada area inspection incoming pada Warehouse
Material untuk mempermudah QC
Incoming dalam pengecekan kualitas bahan baku sebelum didistribusikan
kepada Manufakturing. Dalam meletakkan bahan baku setelah diperiksa oleh QC Incoming, petugaas Warehouse Material harus menyusun bahan
baku tersebut berdasarkan jenis bahan baku dan disusun urut sesuai dengan
kedatangan. Bahan baku yang tidak lolos seleksi kualitas oleh QC
Incoming akan dikembalikan kepada External
Provider atau sesuai dengan perjanjian dan di letakkan pada Hold Area pada Warehouse Material. Saat pendistribusian bahan baku kepada
Manufaktur, harus melalui proses scan barcode oleh Warehouse Material terlebih
dahulu agar bahan baku tersebut teridentifikasi keberadaannya. Saat diterima di Manufaktur bahan
baku tersebut juga harus discan sebelum digunakan untuk menentukan nilai
pemakaian bahan baku.
KESIMPULAN & SARAN
I.
Kesimpulan
Handayani
(2005), Industri manufaktur merupakan
salah satu industri yang paling kompleks aktivitasnya sehingga diasumsikan
selalu membutuhkan sistem informasi untuk menunjang aktivitas operasinya dan
industri manufaktur juga adalah jenis industri yang memfokuskan pada penggunaan
sistem informasi yang selalu berkembang.
Dengan
berkembangnya sistem informasi tersebut, PT. KU memanfaatkannya dalam
menjalankan aktivitas operasional. Seperti membuat Purchase Order, mencatat pemasukan bahan baku dan masih banyak lagi
digunakan pada aktivitas lainnya. Sistem Informasi Persediaan pada PT. KU
tersebut juga mudah dalam pengoperasiannya.
Keamanan
datanya terjaga karena dilengkapi dengan user
ID dan Password. Hanya pegawai yang
mempunyai user ID saja yang berhak login atau mengakses data ke dalam
aplikasi tersebut. Pencarian stok item barang juga menjadi lebih cepat karena
setiap adanya transaksi (pembelian atau perpindahan), stok barang akan
terupdate (tercatat) secara otomatis sehingga petugas gudang atau pengguna
persediaan lebih mudah dalam pengecekan stok aktual barang setiap saat. Dapat
menyajikan informasi yang dibutuhkan dengan tepat waktu, hal ini berarti akan
membantu pihak manajemen dalam melakukan perencanaan.
Sistem
informasi PT. KU tidaklah terlalu kompleks tetapi apabila dalam pangkal
penginputan informasi ke dalam sistem terdapat kesalahan maka proses berikutnya
sudah pasti salah. Sebagai contoh apabila Planing
Section salah dalam penginputan nama bahan baku ataupun kuantitasnya pada Purchase Order maka bahan baku yang akan
dipesan oleh Purchasing juga menjadi
salah. Apabila bahan baku tersebut sudah terlanjur dikirimkan maka akan terjadi
penambah biaya karena tidak seharusnya dipesan tetapi dipesan ataupun apabila
kuantitasnya kurang akan menambah biaya pengiriman karena harus mengulang
pengiriman bahan baku tersebut. Tidak hanya Purchasing
Section yang akan terkena dampak sistemik dari kesalahan penginputan Purchase Order Raw Material tersebut. Trading Section yang sudah mempersiapkan
dokumen pemasukan bahan baku pun ikut terkena imbasnya sampai dengan bagian
gudang juga akan terkena dampaknya.
Kesalahan
tersebut menyebabkan kerugian bagi PT. KU antara lain, PT. KU harus membayar
lebih untuk bahan baku tersebut apabila bahan baku tersebut benar-benar tidak
dapat diaplikasikan lagi ke dalam produk-produk lainnya. Selain kerugian bahan
baku itu sendiri, PT. KU juga harus menanggung biaya tenaga kerja ekstra untuk
seluruh departemen Logistics Control
atas kesalahan pemesanan bahan baku tersebut karena butuh waktu ekstra kembali
untuk mengulang dari awal menyediakan bahan baku tersebut. Apabila tidak ada
bahan baku makan Manufaktur juga tidak dapat menjalankan kegiatan produksinya.
Akibat tidak dapat menjalankan produksi, PT. KU juga harus menanggung biaya
tenaga kerja manufaktur yang tidak efektif & efisien. Terlebih lagi jika
produk yang akan dihasilkan harus segera dikirimkan ke Customer. Untuk menjaga nama baik, PT. KU harus mengeluarkan biaya
yang lebih dari seharusnya dikeluarkan sehingga dapat menyebabkan kerugian.
II.
Saran
Menurut
Mulyadi (2014: 163) sistem
pengendalian intern mempunyai empat tujuan diantaranya, menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Untuk mencapai tujuan pengendalian
tersebut dibutuhkan komunikasi yang intensif dan disiplin dari semua pihak,
terutama pada pimpinan yang dalam hal ini harus memantau kerja para karyawan untuk
mendapatkan hasil yang baik meskipun sudah dengan alat bantu sistem informasi persediaan
tersebut. Tenaga pelaksana bisa dipersiapkan lebih dini, persiapan dilakukan dengan
mengadakan pelatihan tentang teknik-teknik dan cara-cara pengoperasian sistem
aplikasi persediaan. Diperlukan prosedur dan working instruction yang jelas dan mudah dimengerti untuk
menjalankan sistem tersebut. Perlu kajian lebih lanjut untuk menyempurnakan sistem
informasi persediaan sehingga nantinya bila digunakan secara nyata dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang akan muncul dikemudian hari seiring perkembangan
waktu di PT. KU.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, A. dan
Wibowo. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi Keempat. Penerbit PT. Grasindo.
Jakarta.
Ajie, M. D.
(1996). Pengertian Sistem Informasi Manajemen.
Anonim, 2012,
https://idtesis.com/metode-deskriptif/(15 Oktober 2019, jam 19:24).
Handayani, R.
(2005). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat pemanfaatan sistem
informasi dan penggunaan sistem informasi (studi empiris pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta) (Doctoral dissertation, PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO). Persediaan. Ijournal Of Accounting Research
Universitas Diponegoro.
Jogiyanto H.
M,1989, Analisa dan Desain Sistem Informasi, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
McLeod. Raymond,
Jr. ,1996, Sistem Informasi Manajemen Jilid II, PT Prenhallindo, Jakarta.
Mulyadi. (2014).
Sistem akuntansi (Ed.Ke-3). Jakarta: Salemba Empat.
Naibaho, A. T.
(2013). Analisis Pengendalian Internal Persediaan Bahan Baku Terhadap Efektifitas
Pengelolaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).
Nur Sapto U. R,
2006 Sistem Informasi Persediaan Barang Pada CV. Aji Saka Smarang, Skripsi,
Semarang.
Rustendi, T.,
& Jimmi, F. (2008). Pengaruh hutang dan kepemilikan manajerial Terhadap
nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur. Jurnal Akuntansi FE Unsil, 3(1),
411-422.
Sambuaga, R. S.
(2013). Evaluasi Akuntansi Persediaan pada PT. Sukses Era Niaga Manado. Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(4).
Setyanto, K. B.
(2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadappemilihan Metode
Akuntansi.
Sofwan, A.
(2007). Belajar Mysql dengan Phpmyadmin. Fakuktas Teknologi Informasi,
Universitas Budi Luhur.
Tuerah, M. C.
(2015). Analisis pengendalian persediaan bahan baku ikan tuna pada CV. Golden
KK. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 2(4).
Viorita, O. O.
(2016). Analisis Pengendalian Internal Persediaan Bahan Baku Terhadap Efektivitas
Pengelolaan Persediaan Bahan Baku Pada Pizza Hut Pandanaran Semarang.
Universitas Dian Nuswantoro.
welldone..
BalasHapus